Menyandang status mahasiswi di tahun 2008 menjadi sesuatu yang istimewa bagi saya. Bagaimana tidak ? 2008 mengingatkan saya akan 10 tahun reformasi (1998), 80 tahun Sumpah Pemuda (1928), dan 100 tahun Kebangkitan Nasional (1908).Sebagaimana angka 8 yang identik dengan peristiwa yang membawa perubahan besar bagi bangsa ini, saya, sebagai mahasiswi angkatan 2008 juga berharap dapat membawa perubahan besar bagi Indonesia.
Bulan-bulan pertama saya menjalani kehidupan kampus, membuat saya menyadari perbedaan cara pandang seorang siswa dengan mahasiswa. Sebagai mahasiswa, keberhasilan saya tidak hanya diukur dengan singkatnya masa studi dan tingginya IPK yang diperoleh. Ada hal lain yang harus dipertimbangkan – bagaimana saya bisa mengabdikan ilmu yang saya peroleh untuk mensejahterakan dan membangun masyarakat. Sebagai mahasiswa, saya harus belajar untuk lebih peka, tidak antisosial, dan mau terjun langsung ke dalam masyarakat.
Semester pertama saya kuliah, ada semacam mata kuliah wajib di universitas saya, yakni Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Terintegrasi (MPKT). MPKT mengajak saya untuk menelaah masalah-masalah yang terjadi di Indonesia, meninjaunya dari berbagai sudut pandang, serta menerapkan konsep-konsep yang ada dalam menciptakan solusi. Meskipun awalnya membosankan (saya harus menghafal teori-teori ahli dan mempelajari filsafat dan sebagainya), harus saya akui bahwa MPKT telah menumbuhkan sisi kritis dalam diri saya. Pemicu yang diberikan pada MPKT menyadarkan saya betapa memprihatinkannya kondisi Indonesia saat ini. Pemicu tersebut antara lain meliputi masalah ketidakmerataan pendidikan, multikulturalisme, dan pengeksploitasian kekayaan alam yang berlebihan. Fakta-fakta yang saya peroleh dari berbagai sumber (buku dan internet) dengan angka-angka fantastis di dalamnya, tak pelak membuat saya merasa miris. Tak hanya itu, sintesis yang harus saya buat pada makalah akhir membantu saya untuk melihat masalah secara utuh dan memudahkan saya membuat alternatif solusi.
MPKT menumbuhkan kesadaran saya akan banyaknya masalah yang terjadi di Indonesia dan membutuhkan penanganan segera secara berkelanjutan. Mungkin pendidikan serupa dapat diterapkan di tempat lain sebagai media untuk menumbuhkan kecintaan akan tanah air. Walaupun begitu, saya berharap suatu saat nanti MPKT akan dihapuskan sebagai salah satu kuliah karena tidak ada lagi masalah yang terjadi di bangsa ini untuk dijadikan sebagai pemicu mata kuliah tersebut. Semoga.

This entry was posted on 31 Januari 2009 at 17.27 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

1 komentar

Anonim  

waaaah ternyata mpkt ada hikmahnya juga yaaa buat gaiu, hihihii.. :P

kalo gw punya pengalaman buruk gay ama mpkt, dia penghancur IP gw smstr kmrn, huhu.. T.T

5 April 2009 pukul 01.53

Posting Komentar